Monday, August 1, 2011

Guruku Sayang Guruku Kini

Horeee……!!! teriakan ini tidak lagi asing di telinga kita para guru saat kita memberitahukan bahwa hari ini kita pulang lebih awal atau besok libur karena ada rapat dan sejenisnya.  Sebuah ungkapan spontan dari para anak didik kita seakan terbebas dari berbagai tekanan yang mendera.  Sebuah senyum tipis tersungging dari para guru yang mengumumkan kabar tersebut, entah apa makna senyum itu, apakah senyum bahagia karena ikut terbebas dari sebuah rutinitas mengajar yang hampa atau sebuah senyum pahit karena gusar melihat etos anak didik kita dalam hal belajar..? hanya mereka yang paham.
Guru merupakan faktor penting dalam keberhasilan proses belajar mengajar agar terjadi transfer of knowledge dan terbentuknya pemahaman makna pada siswa, untuk itulah sebagai seorang guru, kita memiliki tanggung jawab yang besar dalam membentuk pemahaman siswa atas peristiwa/situasi yang terjadi.
Tidak dapat dipungkiri, bahwa cukup banyak yang terjun menjadi guru karena ikut-ikutan, pencarian jati diri, daripada tidak dapat pekerjaan karena sulitnya lapangan kerja.  Apalagi jika dalam pola pikir guru terbentuk pemahaman bahwa menjadi guru adalah agar memperoleh penghasilan yang tinggi, maka tidaklah heran jika program sertifikasi guru yang sejatinya bertujuan agar guru memiliki mindset yang tepat sehingga selalu berkeinginan untuk meningkatkan kemampuan diri dipahami secara berbeda oleh para guru karena iming-iming tunjangan yang menggiurkan mereka.
Berbagai upaya ditempuh agar lolos seleksi dalam program sertifikasi sehingga penghasilanpun meningkat drastis.  Karena sistem evaluasi yang didasarkan administrasi maka kecurangan-kecurangan dalam bukti2 administratifpun menjadi jalan pintas yang banyak dilakukan para guru. Alhasil tujuan baik dari program sertifikasipun menjadi kurang memberikan dampak pada proses belajar mengajar di dunia pendidikan kita, hanya para gurulah yang merasakan dampak kenaikan tunjangan mereka dan tidak berbanding linier dengan dunia pendidikan kita alias tetap tak bergeming.
Mereposisi mindset pendidik sudah saatnya menjadi sebuah gerakan secara menyeluruh agar terjadi perubahan kualitas dalam pendidikan kita.  Apakah mindset itu dan mengapa mindset harus direposisi, apakah hubungan mindset guru dengan tingkat keberhasilan dunia pendidikan kita…?
Dalam bukunya The Secret of Mindset, Adi W. Gunawan seorang mind navigator mendefinisikan bahwa mindset adalah : sekumpulan kepercayaan atau suatu cara berpikir yang menentukan perilaku, pandangan, masa depan seseorang  serta respon dan pemaknaan seseorang terhadap situasi. 
Dari definisi tersebut kini kita memahami bahwa mindset sebenarnya sebuah kepercayaan (belief) atau sekumpulan kepercayaan (set of beliefs) atau cara pikir yang akan mempengaruhi perilaku (behavior) dan sikap (attitude) seseorang.  Maka dari sini jelas sudah bahwa ketika seseorang memutuskan menjadi seorang guru dengan kepercayaan (belief system) daripada tidak dapat pekerjaan atau biar dapat penghasilan maka perilaku atau sikapnya akan fokus pada kepentingan diri sang guru bukan pada kepentingan sang siswa apalagi terhadap keberhasilan dunia pendidikan kita.  Dari pemahaman ini tidakkah reposisi mindset pendidik urgent untuk dilakukan…? agar berdampak pada peningkatan mutu dan martabat guru yang pada gilirannya akan berdampak pula pada keberhasilan dunia pendidikan kita .
Slogan pahlawan tanpa tanda jasa menunjukkan betapa mulia dan  bertanggung jawabnya profesi guru. Hal ini didasarkan pada pengabdiannya yang begitu tinggi, tulus, jujur, sopan dan arif sebab profesi guru tidak berhenti pada selesai ia mengajar, melainkan bertanggungjawab atas keberhasilan siswa dalam menangkap, memahami, mempraktekkan serta mengamalkan ilmu yang diterima dalam kehidupan sehari-hari baik langsung maupun tak langsung, untuk itulah seorang guru dituntut menjadi seseorang yang senantiasa memberi motivasi belajar yang mempunyai sifat-sifat keteladanan, penuh kasih sayang, serta mampu mengajar di dalam suasana yang menyenangkan.

No comments:

Post a Comment