Sunday, February 6, 2011

Kambing Hitam

Wuuaaahhh....!!!, wuuaahhhh.....!!!, atit...!!, atit.....!!, wuuuaaahhhh....!! sontak semua mata pengunjung mencari sumber suara yang tiba-tiba mengagetkan dan memekakkan telinga, termasuk juga saya yang lagi enak-enak dan santai melihat-lihat dengan sepenuh hati untuk mengagumi aneka disain sepatu terbaru yang ditawarkan oleh berbagai produsen.

Memang inilah salah satu kebiasaan yang kerap saya lakukan dalam memberi "makanan" ke dalam long term memori.  Sambil menemani istri tersayang mencari sepatu untuk mengganti sepatunya yang sudah mulai uzur, saya pake moment seperti ini untuk mengagumi (kali ini sepatu) berbagai disain yang diciptakan, kombinasi warna yang dibuat, aneka motif yang menarik dan saya amplify/perkuat rasa kagum saya atas kreasi yang diciptakan oleh orang-orang luar biasa ini, agar dalam database memory tersimpan aneka disain, kombinasi warna dan aneka motif yang jika sewaktu-waktu saya membutuhkannya bisa diakses otomatis, hehehe....

Namun saat lagi enak-enaknya mengamplify/memperkuat emosi kekaguman saya, tiba-tiba dibuyarkan oleh suara tangis yang luar biasa keras dari seorang gadis kecil yang terpeleset dan kepalanya terantuk rak buat majang aneka sepatu.  Bukan kerasnya suara tangis yang mengganggu saya namun peristiwa setelah terpelesetnya gadis kecil berumur sekitar 3-4 tahunlah yang menggelitik saya untuk membuat tulisan ini.

Tentu dapat dimaklumi, apabila setiap orang tua pasti akan berusaha dengan sekuat tenaga untuk menghentikan tangis keras putra-putrinya di sebuah keramaian, apalagi di sebuah mall dengan tatapan mata para pengunjung yang mengarah pada mereka, so pasti berbagai strategi akan dilakukan untuk menghentikan tangisan sang buah hati karena kalau tidak akan mengganggu kenyamanan para pengunjung mall dan sebagai orang tua yang anaknya menangis tentu kita jadi tidak enak donk kalau dianggap mengganggu.

Nah disinilah peristiwa menarik yang saya lihat, bagaimana seorang ibu melakukan berbagai strategi untuk menghentikan tangis putrinya tadi, mulai dari teknik berusaha berempati, si Ibu dengan mimik seakan ikut merasakan sakit yang diderita putrinya mengelus sang buah hati sambil bilang "Aduh...., sakit sayang...? cup..cup...", namun bukannya diam, si Anak malah tambah kenceng nangisnya, karena mendapat dukungan untuk merasakan penderitaan.

Merasa tangis anaknya tambah kenceng sang Ibu mencoba cara kedua dengan teknik misdirection (mengalihkan perhatian) dia tunjuk lalu ambil sepasang sepatu lucu dan diperlihatkan sambil ngomong sesuatu tapi saya gak dengar apa yg diomongkan, namun si gadis kecil tetep aja gak mau diem sambil terus bilang atit...atit....

Tidak juga bisa membuat diam gadis kecilnya dipakailah teknik yang agak keras bernada ancaman sambil nunjuk-nunjuk ke arah Satpam dan kelihatannya si Ibu meminta gadis kecilnya berhenti menangis, lumayan....., si gadis kecil berhenti menangis dan melihat ke arah mana sang ibu menunjuk, namun setelah tahu yang ditunjuk adalah sosok Satpam yang berbadan gede dengan wajah tampil dingin si Anak nangis lagi dengan kenceng,  pusing juga kayaknya si Ibu ini, apalagi para pengunjung mall tak henti-hentinya bergantian menatap mereka.

Terakhir si ibu terinspirasi dengan teknik yang sudah umum dikenal, dengan memposisikan diri sebagai sosok pelindung bagi si gadis kecil, ibu tadi membuka sepatunya sendiri dan dengan pasang akting serius serta penuh emosi memukuli rak sepatu dari besi yang membikin buah hatinya menangis sambil bilang ke gadis kecilnya, "Ini yang bikin mbak sakit ya, nakal..!! nakal..!!", luar biasa sang gadis kecil sontak berhenti menangis walau masih sedikit sesenggukan sambil melihat bagaimana sang Ibu memukuli rak sepatu yang sudah dari kemarin-kemarin berdiri disitu dan gak ngerti kenapa dia sampai dipukuli habis-habisan seperti itu, hehehe....

Sobat...., cara terakhir yang dilakukan sang Ibu tadi sering dijadikan tool para orang tua yang sudah kehabisan akal untuk membuat anaknya berhenti menangis, dan terlihat cukup ampuh untuk menyelesaikan hal-hal seperti peristiwa yang saya lihat, namun sadarkah kita bahwa untuk anak-anak seusia itu (3-4 th) filter kritisnya (critical area) belumlah terbentuk sempurna, sehingga apapun yang dia lihat, dengar dan rasakan akan dianggap sebagai sebuah "kebenaran" yang akan tumbuh menjadi belief system yang kelak akan membentuk mental mereka.

Mari kita perhatikan quantum message yang disampaikan sang Ibu kepada gadis kecilnya (sebuah pesan yang tidak perlu dikatakan namun sangat dipahami dan langsung bercokol ke long term memory), ketika si gadis kecil tadi kaget dan merasa kesakitan karena terpeleset dan terantuk rak sepatu sang ibu justru menyalahkan rak sepatu sebagai penyebab gadis kecilnya kesakitan.  Disini sang Ibu telah memberikan sebuah pemahaman bahwa andai saja rak sepatu itu tidak ada disana maka ketika si gadis kecil terpeleset pasti kepalanya tidak akan terantuk sehingga tidak terasa sakit, jadi kesalahan utama adalah si rak sepatu berdiri disana, untuk itulah dia harus dipukuli sebagai akibat telah membuat sakit kepala si gadis kecilnya.

Wow....!! pelajaran mencari kambing hitam dan menyalahkan yang lain rupanya telah dimulai sejak kita masih balita, maka tidaklah heran jika media massa sering memuat berita tentang upaya-upaya pengkambinghitaman dalam penegakan hukum di negeri kita tercinta.

Jika apa yang dilakukan si Ibu memiliki dampak yang serius dalam pembentukan mental si gadis kecil, lalu adakah teknik lain yang lebih memberdayakan....?  Mari kita analisis kembali, setelah terpeleset dan terbentur rak sepatu si gadis kecil ini tentunya merasa kaget dan kesakitan, itulah mengapa dia menangis keras, untuk itu dia perlu diberi support agar kembali tenang dari kekagetan yang dialami dan menguatkan diri atas rasa sakit yang timbul serta memberikan penjelasan agar lain kali tidak mengulanginya.  Saya jadi teringat dengan apa yang dilakukan eyang-buyut kita jaman dulu terhadap cucunya yang lagi jatuh atau terpeleset, eyang dengan kasih sayangnya merengkuh sang cucu lalu mulutnya komat-kamit (berdoa atau melafal mantra saya nggak ingat) terus meniup bagian yang sakit sambil dielus lembut (disuwuk dalam istilah Jawa) dan bilang "Dah sembuh, nggak apa-apa, anak pinter kok....  Sana maen lagi, ati-ati kalau lari ya..., biar nggak terpeleset".

Bagaimana menurut Anda.....?


Salam Quantum

1 comment:

  1. Mantap, memang dg ilmu-lah kita jadi tahu penyebab linguistic kita ke depannya utk orang lain :-)

    Ayo ndang nulis buku Kang :-)

    ReplyDelete